“Jolly Roger dan Kepanikan Negara: Bendera Fiksi yang Lebih Ditakuti dari Korupsi?”

Pekanbaru, 6 Agustus 2025 – Beberapa hari terakhir, publik dikejutkan dengan sikap reaktif aparat dan sebagian pejabat pemerintah terhadap pengibaran bendera “Jolly Roger”, simbol bajak laut dari serial anime populer One Piece. Bendera ini dianggap sebagian pihak sebagai ancaman atau bahkan makar. Namun, di sisi lain, muncul pertanyaan besar: Mengapa negara justru terlihat lebih takut pada selembar kain bergambar tengkorak ketimbang pada para koruptor yang nyata-nyata merampok masa depan bangsa?

Bendera “Jolly Roger” sejatinya bukan bendera politik, bukan lambang perlawanan bersenjata, apalagi simbol pemberontakan. Ia adalah bagian dari budaya pop global—ikon fiktif dari dunia hiburan yang membawa pesan petualangan, impian, dan perlawanan terhadap ketidakadilan versi anime. Dianggap makar? Sebuah kekhawatiran yang terlihat berlebihan, bahkan menggelikan di tengah kondisi bangsa yang sedang tidak baik-baik saja.

Sungguh ironis, ketika rakyat mengibarkan bendera fiksi sebagai simbol harapan, semangat, atau sekadar ekspresi seni, justru direspon dengan ancaman tindakan hukum. Namun, ketika para koruptor mengibarkan bendera kemewahan dari hasil uang rakyat, negara justru kerap kali lamban—bahkan tak jarang diam.

“Apakah negara sedang salah fokus?”

Di negeri ini, mengibarkan bendera Jolly Roger mungkin bisa dianggap tindakan yang ‘mengganggu ketertiban’. Tapi korupsi? Masih bisa dinegosiasi. Pengangguran? Dibilang “tanggung jawab individu”. Kemiskinan? Dianggap “angka statistik yang masih terkendali”. Sementara rakyat, dikejar hanya karena simbol fiksi yang tak lebih berbahaya dari bendera partai politik yang bertebaran di jalanan.

Yang lebih menyakitkan, seolah lupa bahwa satu-satunya bendera tertinggi di negeri ini adalah Sang Merah Putih. Jolly Roger bukan saingan merah putih. Ia hanyalah selembar lambang budaya, bukan tandingan kedaulatan. Jadi kenapa negara begitu panik?

Mengapa rakyat yang hanya ingin bersuara melalui simbol harus dibungkam, sementara ketidakadilan struktural terus dibiarkan tumbuh?

Kami bertanya:

  • Dimana reaksi keras pemerintah terhadap pengangguran yang meningkat?
  • Mengapa tak ada kehebohan serupa ketika dana rakyat dikorupsi?
  • Mengapa rakyat kecil lebih mudah ditindak, dibanding mereka yang menyalahgunakan kekuasaan?

Mengibarkan bendera Jolly Roger tidak membuat seseorang menjadi pengkhianat bangsa. Namun diam terhadap ketidakadilan, membiarkan korupsi merajalela, dan menindas ekspresi rakyat—itulah bentuk pengkhianatan sejati.

Sudah saatnya negara ini mengalihkan fokus. Bukan pada simbol fiksi, tapi pada realitas yang menyakitkan: korupsi, kemiskinan, dan pengangguran yang nyata-nyata sedang mengibarkan bendera hitam mereka di tengah kehidupan rakyat.


Redaksi menerima opini dari masyarakat sebagai bentuk partisipasi demokrasi. Tulisan ini merupakan pendapat penulis dan tidak selalu mencerminkan sikap redaksi secara keseluruhan.

Jika Anda atau komunitas Anda mengalami intimidasi hukum hanya karena menyampaikan kritik sosial, jangan diam. Anda berhak mendapatkan perlindungan hukum.

🔹 Konsultasikan ke AQUILA LAW FIRM
💼 Tim pengacara kami siap mendampingi Anda dalam isu kebebasan sipil, ekspresi publik, dan kriminalisasi simbol-simbol sosial.

🌐 www.aquilalawfirm.co.id
📞 Pendampingan Hukum Profesional dan Berintegritas

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *